Selasa, 21 Desember 2010

IBU

Di Hari Ibu tahun ini, hati saya kembali gerimis.

Saya begitu merindukan beliau, perempuan bermata rembulan yang telah melahirkan saya 17 tahun silam. Sebuah do’a saya lantunkan untuk ibu usai sholat tahajjud malam ini, agar Allah SWT bisa mengampunkan dosa-dosanya, memaafkan kesalahannya, dan mengasihinya sebagaimana beliau mengasihi saya dan adik-adik saya dalam suasana suka dan duka, serta semoga cahaya rembulan dimatanya tetap abadi, selamanya. Setidaknya di ruang hati kami, anak-anaknya.

Sebuah persembahan sederhana memperingati hari ibu kali ini, yaitu sebuah puisi bagus dari penyair D Zawawi Imron yang saya kutip dari sini

Ibu

kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mata air airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir

bila aku merantau aku ingat sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa aku bayar

ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang menyerbak bau sayang ibu menunjuk ke langit,
kemudian ke bumi

aku mengangguk meskipun kurang mengerti
bila kasihmu ibarat samudra

sempit lautan teduh tempatku mandi,
mencuci lumut pada diri tempatku berlayar,
menebar pukat dan melempar sauh lokan-lokan,
mutiara dan kembang laut semua bagiku

kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu ibu, yang akan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu engkau ibu dan aku anakmu
bila aku berlayar lalu datang angin sakal

Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

ibulah itu , bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru dengan sajakku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar